Jumat, 06 April 2012

Sang Raja Tanpa Mahkota

"Sang raja tanpa mahkota", demikian kaum Kompeni Belanda menyebutnya. Dia lihai, cerdas, bersemangat, ditakuti, juga disegani lawan – lawan politiknya. Perjuangannya dalam membela hak kaum pribumi, benar - benar menempatkan dirinya menjadi seorang tokoh yang sangat dihormati saat itu. Itulah sosok HOS Cokroaminoto yang lahir di Desa Bakur, Madiun Jawa Timur, 16 Agustus 1883. Meski terlahir sebagai keturunan bangsawan, anak kedua dari dua belas bersaudara, putra  Raden Mas Cokro Amiseno, seorang Wedana Kleco dan cucu RT Adipati Negoro bupati Ponorogo itu, jauh dari sikap angkuh. Bahkan, HOS akhirnya menjadi motor penggerak kemerdekaan Indonesia, di saat yang lain 'tertidur'dalam belaian kompeni Belanda. HOS Cokroaminoto adalah tokoh politik yang berhasil menggabungkan retorika politik melawan penjajah Belanda dengan ideologi Islam, sehingga mampu mengenyahkan penjajah dari bumi Nusantara.

Inilah rumah beliau di Jalan Peneleh VII/29-31 Surabaya yang menjadi tempat penggemblengan para pendiri bangsa ini ...



Rabu, 04 April 2012

Candi Badut

Candi Badut adalah sebuah candi yang terletak di kawasan Tidar, arah menuju Institut Teknologi Nasional di bagian barat kota Malang. Dapat ditempuh dengan kendaraan umum jurusan Tidar. Lokasinya bisa dilihat di Wikimapia.

Candi ini diperkirakan berusia lebih dari 1400 tahun dan diyakini adalah peninggalan Prabu Gajayana, penguasa kerajaan Kanjuruhan sebagaimana yang termaktub dalam prasasti Dinoyo bertahun 760 Masehi.
Kata Badut di sini berasal dari bahasa Sanskerta Bha-dyut yang berarti sorot Bintang Canopus atau Sorot Agastya. Hal itu terlihat pada ruangan induk candi yang berisi sebuah pasangan arca tidak nyata dari Siwa dan Parwati dalam bentuk lingga dan yoni. Pada bagian dinding luar terdapat relung-relung yang berisi arca Mahakal dan Nadiswara. Pada relung utara terdapat arca Durga Mahesasuramardhini. Relung timur terdapat arca Ganesha. Dan disebelah Selatan terdapat arca Agastya yakni Syiwa sebagai Mahaguru. Namun di antara semua arca itu hanya arca Durga Mahesasuramardhini saja yang tersisa.
Candi ini ditemukan pada tahun 1921 dimana bentuknya pada saat itu hanya berupa gundukan bukit batu, reruntuhan dan tanah. Orang pertama yang memberitakan keberadaan Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang kontrolir bangsa Belanda yang bekerja di Malang. Candi Badut dibangun kembali pada tahun 1925-1927 di bawah pengawasan B. De Haan dari Jawatan Purbakala Hindia Belanda. Dari hasil penggalian yang dilakukan pada saat itu diketahui bahwa bangunan candi telah runtuh sama sekali, kecuali bagian kaki yang masih dapat dilihat susunannya.





Candi Kidal

Nah, kalo Candi Kidal. Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besarAnusapati, Raja kedua dari Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 - 1248). Kematian Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.
Candi Kidal secara arsitektur, kental dengan budaya Jawa Timuran, telah mengalami pemugaran pada tahun 1990. Candi kidal juga memuat cerita Garudeya, cerita mitologi Hindu, yang berisi pesan moral pembebasan dari perbudakan. 
Terletak di desa Rejokidal, kecamatan Tumpang, sekitar 20 km sebelah timur kota Malang - Jawa Timur, candi Kidal dibangun pada 1248 M, bertepatan dengan berakhirnya rangkaian upacara pemakaman yang disebut Cradha (tahun ke-12) untuk menghormat raja Anusapati yang telah meninggal. Setelah selesai pemugaran kembali pada dekade 1990-an, candi ini sekarang berdiri dengan tegak dan kokoh serta menampakkan keindahannya. Jalan menuju ke Candi Kidal sudah bagus setelah beberapa tahun rusak berat. Di sekitar candi banyak terdapat pohon-pohon besar dan rindang, taman candi juga tertata dengan baik, ditambah lingkungan yang bernuansa pedesaan menambah suasana asri bila berkunjung kesana.
Dari daftar buku pengunjung yang ada nampak bahwa Candi Kidal tidak sepopuler “teman”-nya candi SingosariJago, atau Jawi. Ini diduga karena Candi Kidal terletak jauh di pedesaan, tidak banyak diulas oleh pakar sejarah, dan jarang ditulis pada buku-buku panduan pariwisata.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai Candi Kidal ini bisa dibaca di http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_kidal


Candi Jago

Candi Jago berasal dari kata "Jajaghu", didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13. Berlokasi di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, atau sekitar 22 km dari Kota Malang, pada koordinat 8°0′20.81″S 112°45′50.82″E.
Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.
Pada candi inilah Adityawarman kemudian menempatkan Arca Manjusri seperti yang disebut pada Prasasti Manjusri. Sekarang Arca ini tersimpan di Museum Nasional dengan nomor inventaris D. 214.Candi ini kabarnya pernah dikunjungi oleh Mata Hari, seorang perempuan siponase yang berakhir tragis karena dihukum mati akibat ketahuan double spionase di Eropa.



Candi Sumber Awan

Kalau yang di bawah ini namanya Candi Sumber Awan, kira-kira 6 km dari Candi Singasari kearah Barat Laut dari Candi Singasari. Suasananya sejuk, segar karena letaknya lebih tinggi daripada Candi Singasari. Untuk menuju ke candi tersebut harus jalan kaki sejauh kira-kira 400 meter menyusuri sungai kecil yang bening lagi sejuk. Bagi yang setiap hari bergelut dengan polusi, maka berjalan menuju ke Candi Sumber Awan serasa bisa bernafas lega, bebas menghirup udara pegunungan nan asri ....


Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Desa Toyomarto, Kecamatan SingosariKabupaten MalangJawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran panjang 6,25 m, lebar 6,25 m, dan tinggi 5,23 m, dibangun pada ketinggian 650 m di atas permukaan laut, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
Candi Sumberawan pertama kali ditemukan pada tahun 1904. Pada tahun 1935 diadakan kunjungan oleh peneliti dari Dinas Purbakala. Pada zaman Hindia Belanda pada tahun 1937 diadakan pemugaran pada bagian kaki candi, sedangkan sisanya direkonstruksi secara darurat. Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur. Batur candi berdenah bujur sangkar, tidak memiliki tangga naik dan polos tidak berelief. Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang. Karena ada beberapa kesulitan dalam perencanaan kembali bagian teratas dari tubuh candi, maka terpaksa bagian tersebut tidak dipasang kembali. Diduga dulu pada puncaknya tidak dipasang atau dihias dengan payung atau chattra, karena sisa-sisanya tidak ditemukan sama sekali. Candi Sumberawan tidak memiliki tangga naik ruangan di dalamnya yang biasanya digunakan untuk menyimpan benda suci. Jadi, hanya bentuk luarnya saja yang berupa stupa, tetapi fungsinya tidak seperti lazimnya stupa yang sesungguhnya. Diperkirakan candi ini dahulu memang didirikannya untuk pemujaan.
Para ahli purbakala memperkirakan Candi Sumberawan dulunya bernama Kasurangganan, sebuah nama yang terkenal dalam kitab Negarakertagama. Tempat tersebut telah dikunjungi Hayam Wuruk pada tahun 1359 masehi, sewaktu ia mengadakan perjalanan keliling. Dari bentuk-bentuk yang tertulis pada bagian batur dan dagoba (stupanya) dapat diperkirakan bahwa bangunan Candi Sumberawan didirikan sekitar abad 14 sampai 15 masehi yaitu pada periode Majapahit. Bentuk stupa pada Candi Sumberawan ini menunjukkan latar belakang keagamaan yang bersifat Buddhisme.




Selasa, 03 April 2012

Candi Singasari


Sahabat sekalian, kali ini saya ajak anda keliling kota Malang, khususnya di tempat wisata dengan tema candi-candi di Malang Raya. Ternyata Malang Raya merupakan kota yang sangat tua yaa. Sejak tahun 700an sudah berdiri. Oh iya, foto di atas adalah Candi Singasari yang terletak di Jalan Kertanegara Kecamatan Singasari Kabupaten Malang. Tidak besar memang, apalagi dibandingkan dengan Candi Prambanan maupun Borobudur.

Candi Singhasari atau Candi Singasari atau Candi Singosari adalah candi Hindu - Buddha peninggalan bersejarah Kerajaan Singhasari yang berlokasi di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia.
Cara pembuatan candi Singhasari ini dengan sistem menumpuk batu andhesit hingga ketinggian tertentu selanjutnya diteruskan dengan mengukir dari atas baru turun ke bawah. (Bukan seperti membangun rumah seperti saat ini). Candi ini terletak pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna di ketinggian 512 m di atas permukaan laut.

Sabtu, 26 Maret 2011

Berjalanlah!

Alangkah indah dan luasnya Sungai Nil .... Melampaui beberapa negara .... seolah tak bisa kering ...




Imam Syafi'i RA pernah berpesan:
Saafir tajid 'iwadhon 'an man tufaariquhu....
yang artinya
Berjalanlah/Bepergianlah, niscaya engkau akan mendapatkan pengganti dari apa yang anda tinggalkan ....
Seseorang akan semakin bijak dan berwawasan luas tatkala dia banyak bepergian karena akan ditemui hal-hal yang baru baik yang positif maupun yang negatif. Apa yang dilihat itu akan dijadikan sebagai bahan renungan untuk memperbaiki kehidupannnya di masa yang akan datang.... maka beruntunglah bagi orang orang yang berkesempatan untuk bepergian .....